Total Tayangan Halaman

Senin, 12 April 2010

MAKALAH TOKOH TASAWUF


MAKALAH TOKOH TASAWUF
Oleh : Uswatun Chasanah Karang Tengah
UNSIQ JAWA TENGAH WONOSOBO

PENDAHULUAN
Dewasa ini kajian tentang tasawuf semakin banyak diminati orang sebagai buktinya adalah misalnya semakin banyaknya buku yang membahas tentang tasawuf di sejumlah perpustakaan di negara-negara yang berpenduduk muslim juga bagian barat sekalipun yang mayoritas masyarakatnya non muslim. Ini dapat menjadi alasan betapa tingginya ketertarikan mereka tehadap tasawuf. Jika diteliti lebih mendalam ketertarikan mereka terhadap tasawuf dapat dilihat pada dua kecenderungan terhadap kebutuhan fitrah atau naluriah dan kedua karena kecenderungan pada persoalan akdemis.
Kedua kecenderunag tersebut di atas menuntut keharusan adanya pengkajian tasawuf dalam kemasan yang proporsional dan fundamental. Hal ini dimaksud agar tasawuf yang kian banyak menarik peminat itu dapat dipahami dalam kerangka idiologis yang kuat, disamping untuk memagari tasawuf dalam jalur yang benar, untuk itu itu penulis makalah tentang Ibnu Sabi’in.

1. Riwayat Hidup Ibnu Sabi’in
Nama lengkap Ibnu Sabi’in adalah ‘Abdul Haqq Ibrahim Muhammad bin Nasr, seorang sufi yang juga filosof dari Andalusia. Ia terkenanal di Eropa karena jawabannya atas pernyataan Frederik H. penguasa Sicilia. Ia dipanggil Ibnu Sabbi’in dan digelari Quthbuddin Terkadang dikenal pula dengan Abu Muhammad ia dilahirkan tahun 614 H (1217-1218 M) DI KAWASAN Murcia. Ia memunyai asala usul Arab dan mempelajari bahasa Aarab dan sastra pada kelompok gurunya dan mempelajari ilmu-ilmu Agama dari mahdzab Maliki, ilmu-ilmu logika dan filsafat. Diantara guru-gurunya adalajh Ibn Dihaq yang terkenal dengan Ibnu Al-Mir’ah (meninggal tahun 611 H), penyarah karya Al-Juwaini, Al-Irsyad. Karena Ibnu Sabi’in lahir tahun 614 H, sementara Ibn Dihaqq meninggal tahun 611 H, jelaslah bahwa Ibnu Sabi’in menjadi Murid Ibn Dihaqq hanya melalui kajiannya terhadap karya-karya tokoh tersebut. Begitu juga dalam hal hubungannya dengan dua gurunya yang lain, yaitu al-Yuni (meninggal tahun 622 H) dan Al-Hurani (meninggal tahun 538 H) yang keduanya ahli tentang huruf maupun nama. Menurut salah seorang murid Ibnu Sabi’in yang mensyarah kitab Risalah Al-Abd hubngan antara Ibnu Sabi’in dan gurunya tersebut lebih banyak terjalin melalui kitab daripada langsung.
Ibnu Sabi’in meninggalkan karya sebanyak empat puluh satu buah yang menguraikan tasawuf secara teoritis maupun praktis, dengan cara ringkas maupun panjang.
Karya-karya itu menggambarkan bahwa pengetahuan Ibnu Sabi’in cukup luas dan beragam. Dia mengenal berbagai aliran filsafat Yunani dan hermetititsme, Persia, dan India. Disamping itu dia juga banyak menelaah karya filosof Islam dari dunia Islam bagian timur, seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dan ilosof Islam bagian barat seperti Ibnu Bjah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd. Bahkan dia begitu meguasai kandungan Risalah Ikhwan Asy-Shofa secara terperinci, mengetahui aliran Asy’ariyyah, disamping itu juga beliau menguasai aliran fiqih.

2. Ajaran Tasawuf Ibnu Sabi’in
Ibnu Sabi’in adalah seorang penggagas sebuah paham dalam kalangan tasawuf filosofis yang dikenal denan paham kesatuan mutlak. Gagasan esensisal pahamnya sederhana saja, yaitu wujud ialah satu ialah wujud Allah semata, wujud lainnya itu wujud yang satu itu sendiri. Dengan demikan wuud kenyataanya hanya satu persoalan yang tetap.
Paham ini lebih dikenal dengan sebutan paham kesatuan mutlak. Hal in karena paham ini berbeda dari paham-paham tasawuf yang memberi ruang lingkup pada pendapat-pendapat tentang hal yang mungkin dan suatu bentuk kesatuan mutlak atau kesatuan murni atau menguasai; menurutterminologi Ibnu Sabi’in itu sendiri. Hampir tidak mungkin mendiskripsikan kesatuan itu sendiri dalam hal ini karena para pengikutnya terlalu berlebihan dalam memutlakanya, dank arena gagasan ini dikenal komsepdi manusia.
Dalam paham ini Ibnu Sabi’in menempatkan ketuhanan pada tempat pertama. Wujud Allah menurutnya adalah asal segala yang ada pada masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Sementara wujud materi yang tampak justru dirujukkan pada wujud bercorak spiritual dan bukan material. Ibnu Sabi’in terkadang menyerukan wujud yang nisbi alias sempit berada dalam lingkaran. Perbedaaan sebab keduanya pada hakikatnya adalah satu. Ringkasnya menurut Ibnu Sabi’in, wjud hanyalah satu, tidak ada dua apalagi banyak.
Pendapat Ibnu Sabi’in tentang kesatuan mutlak tersebut merupakan dasar dari paham. Khususnya tentang para pencapai kesatuan mutlak ataupun pengakraban dengan Allah. Pencapai kesatuan mutlak menurut Ibnu Sabi’in adalah individu yang paling sempurna dimiliki seorang faqih, teolog, filosof maupun sufi. Inilah pribadi yang melebihi mereka semua. Dengan pengetahuannya yang khusus yaitu ilmu pencapaian yang menjadi pintu gerbang kenabian, sesosok nabi yang dari segi hakikat rohaninya justru bersatu dengan nabi. Yang mengendalikan semesta dan segala sesuatu yang didasarkan kepadanya. dari teks ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pencapaian kesatuan mutlak adalah dirinya sendiri.
Ibnu Sabi’in juga mengembangkan pahamnya tentang kesatuan mutlak ke berbagai bidang bahasa filosofis. Misalnya menurutnya jiwa dan akal budi tidak memiliki wujud sendiri. Dan moral pun menurutnya ditandai kesatuan mutlak. Bahkan, kebijakan kelezatan dan kebahagiaan terletak pada realisasi dari kesatuan ini. Dari segi hakikat wujudnya, tidak ada berpedaan kebajikan dengan kejahatan sebab wujud itu masalah yang satu. Ibnu Sabi’in pun berpendapat bahawa para pencapai kesatuan mutlak adalah kebahagiaan itu sendiri, kebijakan itu sendiri, dan kedermawanan itu sendiri. Yang menarik dari Ibnu Sabi’in adalah bahwa latihan-latihan rohaniah praktis yang bisa mengantar pada moral luhur. Tunduk di bawah konsepsinya tentang wujud. Sementara tingkatan dan keadaan yang merupakan buah dari dzikir juga akan keluar dari ruang lingkup kesatuan mutlak tersebut. Begitu pun halnya dengan hidup, menyendiri mauun mengisolasi, puasa dan do’a, bahkan juga mendengar, semua itu mengantar seseorang penempuh jalan ataupun musafir sufi ke suatu keadaan sirna, dan tambahan lagi merealisasi kesatuan mutlak baginya.

REFERENSI

1. Drs. Anwar Rosihon, M.Ag. dan Drs. Mukhtar Sholihin, M.Ag.. Ilmu Tasawuf. CV Pustaka Setia. Bandung.
2. Abdul Qodir al-Jaibuni. Koreksi Terhadap Tasawuf. Gema Insani Press. Jakarta. 1996.
3. Abu Bakar Aceh. Sejarah Filsafat Islam. Solo. 1982.
4. Hawasli Abdullah. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokohnya. Al-Ikhlas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon dengan sangat bagi para pengunjung situs ini untuk memberikan kritik dan saran serta komentar terhadap posting dan artikel kami!