Total Tayangan Halaman

Selasa, 18 Januari 2011


PERMASALAHAN PENDIDIKAN YANG TERJADI DI INDONESIA
Oleh: Ahmad Nafi'

A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang pendidikannya kurang maju. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Pendidikan di Indonesia bisa dinyatakan mundur, salah satu buktinya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain. Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Bisa kita ambil ambil perbandingan yakni Malaysia, sejarah mencatat bahwa usia Indonesia lebih tua daripada Malaysia, akan tetapi pada akhir-akhir ini perkembangan ekonomi Malaysia semakin kuat, dan perkembangan ekonomi tersebut tidak terlepas dari tngkat kualitas SDM yang ditentukan oleh keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Berbagai persoalan yang terjadi di lembaga sekolah tidak hanya disebabkan oleh faktor eksternal akan tetapi meluas hingga ke tataran kebijakan pendidikan yang dipegang oleh pemerintah. Sehingga permasalahn yang terjadi semakin kompleks. Maka dari itu kita perlu menganalisa permasalahan yang menghambat kemajuan pendidikan di negara tercinta ini.

2. Tujuan pembahasan
Dalam makalah ini penulis akan memaparkan secara singkat permasalahan-permasalahan yang terjadi di lembaga sekolah di Indonesia secara umum.

B. PEMBAHASAN
Permasalahan pendidikan di Indonesia memang dibilang kompleks. Sebab permasalahannya menyangkut banyak hal dan semuanya saling terkait satu sama lain. Hal ini mengakibatkan permasalahan lain yang harus diselesaikan secara bersamaan pula. Diantara permasalahan tersebut adalah:
a. Rendahnya sarana fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
b. Rendahnya kualitas guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Rendahnya kualitas guru tidak serta merta disebabkan oleh guru tersebut akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain:
1. Realisasi kebijakan pemerintah yang kurang tegas dalam menentukan kualifikasi guru.
2. Mahalnya biaya pendidikan guru.
3. Guru menjadi profesi alternatif setelah tidak lolos melamar di bidang yang lain.
4. Rendahnya kesejahteraan bagi guru sehinga guru kurang fokus dalam memikirkan pendidikan. Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005)

c. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

d. Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan di Indonesia dikatakan mahal sebab pendidikan yang berkualitas didonimasi oleh kalangan ekonomi atas. Sehingga yang berada pada taraf ekonomi menengah ke bawah ketika sekolah hanya sekedar sekolah saja. Elitisme pendidikan di Indonesia juga menjadi permasalahan tersendiri yang mana negara belum mampu memberikan sekolah berkualitas yang gratis bagi rakyatnya.
e. Lembaga pendidikan tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai.
Banyak terdapat sekolah-sekolah yang tidak mampu merealisasikan visi-misinya. Diantara sekolah-sekolah tersebut kebanyakan hanya sekedar menjalankan pembelajaran yang sudah dikonsep secara nasional dan tidak mempunyai waktu untuk mengembangkan visi sekolahnya, padahal lulusan yang siap pakai adalah lulusan yang seperti diharapkan dalam konsep visi-misi seklah tersebut. Dalam hal ini khususnya di bidang ekonomi, kenyataan banyak terjadi yaitu tidak adanya kesesuaian antara output (lulusan) pendidikan dengan tuntutan perkembangan ekonomi.
f. Masalah manajemen pengelolaan sekolah.
Kemampuan seorang kepala sekolah sebagai manajer masih jauh dari harapan. Keahlian memimpin dengan segala keahlian manajerialnya belum banyak dimiliki oleh sekolah-sekolah di Indonesia. Buktinya banyak kepala sekolah yang tidak bisa mengembangkan sekolahnya dengan alasan sekolah tidak memiliki dana untuk membangun sarana, hal itu sudah menjatuhkan kredibilitas kepala sekolah sebagai seorang leader.
g. Kurangnya dukungan orang tua terhadap semangat belajar anak
Orang tua banyak yang tak acuh terhadap pendidikan anaknya. Yang penting anak bisa sekolah dan orang tua tugasnya adalah mencari biaya untuk sekolah. Tentunya dari sudut pandang pendidikan yang baik sikap orang tua seperti itu salah. Anak lebih banyak melakukan interaksi pendidikan di luar sekolah, khususnya dengan keluarga maupun tetanga mereka di rumah. Sehingga dengan fakta ini seharusnya orang tua harus menyadari bahwa mereka perlu memantau dan terlibat dalam mendukung sekolah dengan memotivasi anaknya dalam belajar.
h. Media pembelajaran dan kapasitas kelas tidak sesuai dengan jumlah siswa
Pada beberapa sekolah, ruang kelasnya banyak yang tidak memenuhi syarat. Sebagai contoh di sekolah dasar sesuai standar nasional julah siswa per kelasnya adalah 28 siswa, akan tetapi banyak dijumpai dalam satu kelas terdapat 40 bahkan ada yang 50 siswa. Kondisi ini memunculkan beraneka macam masalah khususnya dalam pemerataan kualitas pendidika bagi siswa akan terhambat. Sebab suasan tidak kondusif untuk dilakukan pembelajaran, apalagi yang menangani hanya satu guru. Begitu juga fasilitas lain atau media pembelajaran seperti buku, alat peraga dan sebagainya jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah siswa.
i. Realisasi undang-undang pendidikan hanya mimpi
Dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas, semua ada kaitannya dengan masalah pada poin ini. Jika kita bertanya siapakah yang paling bertanggungjawab terhadap pendidikan di Indonesia jawabannya adalah pemerintah, baik penentu kebijakan (eksekutif) maupun pengawas kebijakan (legislatif). Merekalah yang pertama harus mampu menjalankan amanat UUD 1945 sebagai landasan negara. Sudahkah negara menjamin pendidikan rakyatnya, sudahkah pemerintah merealisasikan anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN? Tentunya ini menjadi masalah yang paling besar dalam penyelenggaraan pendidikan di negara kita.

C. KESIMPULAN
Kenyataan yang kita lihat dan rasakan mengenai pendidikan di Indonesia bukanlah semata-mata tanggungjawab pemerintah. Akan tetapi itu adalah tanggung jawab semua elemen masyarakat. Kita harus menyadari bahwa komponen pendidikan siswa terdiri dari siswa, guru, lembaga sekolah, orang tua/keluarga, pemerintah sebagaipemegang kebijakan pendidikan, serta masyarakat. Menurut hemat penulis, apabila antara komponen tersebut bisa saling mendukung, maka permasalahan-permasalahan yang terjadi akan mudah teratasi.
Permasalahan-permasalahan yang telah kami tulis di atas pada hakikatnya merupakan permasalahan yang terjadi di sekolah-sekolah Indonesia saat ini yang harus kita pecahkan bersama-sama. Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
- Anonymous,2009. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia. Diakses dari http://www.detiknews.com. Tanggal 05 Januari 2011.
- Arifin, M, , Kapita Selekta Pendidikan, Bina Aksara, Jakarta: 1991.
- Pidarta, Prof. Dr. Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Rineka Cipta Jakarta: 2004.

Semoga bermanfaat amin.
Ahmad Nafi's Blog



PSIKOLOGI AGAMA DAN STRATEGI PENYEBARAN AGAMA
Oleh Ahmad Nafi'

Created at 04 January 2011

A. Pendahuluan
Ilmu jiwa agama pada awalnya tidak masuk ke dalam daftar cabang ilmu pengetahuan umum. Banyak para ahli agama yang khawatir dengan datangnya psikologi agama maka akan memojokkan agama pada sudut jurang kehancuran. Sebab dengan adanya kajian mengenai psikologi agama memungkinkan pembenaran pada setiap ajaran agama. Dan menganggap bahwa semua agama benar dan sama. Sehingga ini menjadi kehkhawatiran tersendiri bagi para fanatik agama yakni khawatir penghargaan terhadap agama berkurang apabila agama diteliti secara ilmiah.
Akan tetapi alasan-alasan ini tidak cukup untuk mematahkan teori mengenai ilmu jiwa agama yang pada perkembangannya dirasa penting. Ilmu jiwa agama berfungsi untuk memaknai agama dari sudut pandang ilmiah. Dan nantinya juga akan sampai pada pertanyaan; mengapa harus beragama? dan banyak orang berkata kenapa saya harus beragama sedangkan agama tidak memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang saya alami dalam kehidupan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menghubungkan kita pada strategi penyebaran agama. Para tokoh agama mencoba memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan masyarakat melalui doktrin agamanya atau melalui pendekatan-pendekatan materialism untuk kepentingan tertentu melalui agama. Maka dari itu penulis berupaya untuk memberikan data pada pembaca tentang kaitan psikologi agama dengan strategi penyebaran agama dalam makalah ini. Kemudian akan coba sedikit kami sampaikan tentang pendapat beberapa tokoh atheis tentang agama.

B. Pengertian Psikologi Agama
1. Psikologi
Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah al- nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.
Psikologi menurut Plato dan Aristoteles psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. Menurut Wilhem Wundt (tokoh eksperimental) bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia , seperti penggunaan pancaindera, pikiran, perasaan, feeling dan kehendaknya.
2. Agama
Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban. Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau).
Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu, (Edward Caird).
Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita (F.H Bradley). Agama adalah pengalaman dunia dalam seseorang tentang keTuhanan disertai keimanan dan peribadatan.
3. Psikologi Agama
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi.
Psikologi agama tidak berhak membuktikan benar tidaknya suatu agama, karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai tehnik untuk mendemonstrasikan hal-hal yang seperti itu baik sekarang atau masa depan, Ilmu pengetahuan tidak mampu membuktikan ketidak-adaan Tuhan, karena tidak ada tehnik empiris untuk membuktikan adanya gejala yang tidak empiris, tetapi sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris bukanlah berarti tidak ada jiwa. Psikologi agama sebagai ilmu pengetahuan empiria tidak menguraikan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya tapi dalam psikologi agama dapat diuraikan tentang pengaruh iman terhadap tingkah laku manusia. Psikologi dapat menguraikan iman agama kelompok atau iman individu, dapat mempelajari lingkungan- lingkungan empiris dari gejala keagamaan , tingkah laku keagamaan, atau pengalaman keagamaan, pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tetang terjadinya keimanan,

C. Psikologi Agama dan Strategi Penyebaran Agama
Jika psikologi agama diartikan sebagai ilmu yang mempelajari ‘jiwa’ agama seorang manusia, maka cabang ilmu ini bisa menjadi wahana untuk menanamkan kesadaran agama pada diri seseorang. Pada titik inilah manusia akan lebih yakin terhadap agama yang mereka peluk. Sebelum membahas lebih jauh sebaiknya kita membahas pengertian agama terlebih dahulu dan sejarah singkat munculnya agama.
Terdapat teori-teori yang berbeda seputar kelahiran agama pada umumnya. Antara lain, ada teori yang mengatakan bahwa agama muncul dari ketidaktahuan manusia. Teori lain mengatakan bahwa agama muncul dari kelemahan dan ketidakberdayaan manusia. Teori ketiga mengatakan bahwa agama merupakan produk kemerosotan sosial. Sedangkan yang lain meyakini bahwa agama lahir dari terbentuknya kelas-kelas dalam masyarakat. Teori kelima mengatakan bahwa agama terbentuk melalui proses pendidikan dan pengajaran dalam sebuah komunitas.
Teori-teori di atas merupakan analisa Murtadha Mutahhari terhadap teori asal agama dari para pemikir barat seperti Feuerbach dan Karl Mark. Mereka cenderung meyakini bahwa agama muncul sebab ketidakberdayaan manusia menghadapi kejadian alam yang berada di luar kemampuan mereka. Secara lebih ekstrim lagi Mark yang merupakan tokoh materialis berpendapat bahwa agama muncul dari kepentingan ekonomi dan politik.
Lain halnya dengan Islam. Al-Qur’an secara tegas mengilustrasikan akan munculnya agama dalam kisah Ibrahim a.s dalam mencari Tuhan. Ibrahim yang notabene adalah seorang pemuda yang tinggal di tempat terpencil di dalam goa mula-mula melihat bintang , dia berkata, “Inikah Tuhanku?”, tapi dia melihat ada yang lebih besar yakni bintang, akan tetapi pada siang hari bintang dan bulan itu lenyap sehingga dia menarik kesimpulannya dan menganggap matahari yang lebih cerah dan besar adalah tuhan hingga pada sore hari dia menyimpulkan bahwa Tuhan yang sejati adalah yang mengatur jalannya bintang, bulan dan matahari yaitu Tuhan yang tidak Nampak oleh matanya.
Kisah ini dapat disimpulkan bahwa Ibrahim yang hidup di zaman dan daerah primitif sudah memikirkan tentang siapa tuhan. Ini membuktikan bahwa bertuhan/beragama merupakan fitrah manusia. Agama tidak diciptakan oleh manusia akan tetapi agama merupakan hal yang lahir bersamaan dengan adanya manusia.
Pengertian agama yang lain yaitu menurut Einstein, pada pidato tahun 1939 di depan Princeton Theological seminar, ”ilmu pengetahuan hanya dapat diciptakan oleh mereka yang dipenuhi dengan gairah untuk mencapai kebenaran dan pemahaman, tetapi sumber perasaan itu berasal dari tataran agama, termasuk didalamnya keimanan pada kemungkinan bahwa semua peraturan yang berlaku pada dunia wujud itu bersifat rasional, artinya dapat dipahami akal. Saya tidak dapat membayangkan ada ilmuwan sejati yang tidak mempunyai keimanan yang mendalam seperti itu, ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta.
Dengan beberapa pengertian agama tersebut, maka penulis akan memberikan beberapa strategi penyebaran agama dilihat dari sudut pandang psikologi agama. Strategi penyebaran agama sangat erat kaitannya dengan konversi agama, dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi konversi agama maka dengan mudah agama tersebut tersebar. Pertama-tama akan kami sampaikan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi agama.
1. Pertentang batin (konflik jiwa) dan ketegangan hati
Orang-orang gelisah yang di dalam dirinya bertarung berbagai persoalan yang kadang-kadang dia merasa tidak berdaya menghadapi masalah itu mudah sekali mengalami konversi agama. Artinya pada saat ketidakmampuan itu muncul maka yang dia butuhkan adalah tempat mnengadu. Pada saat seperti inilah para pedakwah memberikan motivasi dan solusi bukan malah menakut-nakuti dengan siksaan neraka dan sebagainya. Seperti halnya Islam yang memberikan kemudahan bagi muallaf bahkan menjadi salah satu orang yang berhak menerima zakat. Ini bukti bahwa strategi penyebaran dengan cara seperti ini efektif.
2. Pengaruh hubungan dan tradisi agama
Ajaran agama tersebar karena faktor hubungan keluarga maupun hubungan masyarakat. Orang tua mengajarkan agama sejak dia kecil maka akan tertanam nilai-nilai agama dalam diri anak tersebut sampai dia dewasa. Sehingga anak-anak tersebut mampu membawa estafet tradisi dari nenek moyang mereka turun temurun.
3. Ajakan, seruan dan sugesti
Terbukti, sugesti, motivasi dan ajakan kepada orang-orang yang sedang mengalami kegoncangan dalam hidupnya itu akan didengarkan. Orang-orang tersebut sangat membutuhkan ketentraman, maka para pengajar agama harus pandai-pandai memberikan sumbangan baik moril dan materiil terhadap orang yang sedang mengalami kegoncangan. Kegoncnagan tersebut bisa disebabkan oleh konflik internal maupun eksternal.
4. Faktor-faktor emosi
Orang-orang yang emosional (lebih sensitive atau banyak dikuasai emosinya), mudah kena sugesti, apabila dia sedang mengalami kegelisahan. Kendatipun faktor emosi, secara lahir tampaknya tdak terlalu banyak pengaruhnya, namun dapat dibuktikan bahwa ia adalah salah satu faktor yang ikut mendorong kepada terjadinya konversi agama, apabila ia sedang mengalami kekecewaan.

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi konversi agama di atas memunculkan berbagai strategi penyebaran agama yang digunakan para pedakwah dari berbagai agama untuk mengembangkan agamanya dan memperluas wilayah penganutnya.

D. Kesimpulan
Dari uraian mulai pendahuluan hingga strategi penyebaran agama, maka ada beberapa kalimat yang mewakili makalah kami yaitu dengan melihat psikologi/kecenderungan beragama atau asal muasal agama maka kita dengan mudah akan memapu menciptakan maupun memahami strategi penyebaran agama.
Demikian pemaparan mengenai ilmu jiwa agama dan strategi penyebaran agama, semoga bermanfaat untuk semua yang membaca dan bisa dijadikan referensi maupun refleksi pengetahuan kita semua.

Daftar Pustaka
- Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Agama sebuah pengatar, Mizan 2004
- Murtadha Mutahhari, Fitrah, Lentera, Jakarta, 1998
- Ramayulis, Psikologi Agama , Kalam Mulia 2004
- Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 2003.

Ahmad Nafi's Blog